Love and writings

Friday, July 08, 2016


Well, buat waktu yang cukup lama saya tidak menulis. Bukan, Bukan menulis blog seperti yang masih sering saya lakukan sekarang ini, bukan juga puisi-puisi yang saya goreskan sebagai pikiran tengah malam saat insomnia menyerang. Menulis yang saya maksud disini adalah menulis cerita, entah cerpen atau novel. Karena setelah diingat-ingat, kapan terakhir kali saya menulis cerpen? SMA? Begitupula dengan novel, mungkin bahkan sejak SMP saya belum melanjutkan lagi cerita fantasi anak-anak yang dulu dengan rajin saya tuliskan ke buku tulis bergaris sampai menghabiskan 2 buku.
Pada awal-awal kuliah saat ide menulis tidak pernah lagi keluar, saya merasa terusik. Kenapa imajinasi saya tidak bisa seperti masa-masa dulu ketika saya masih SMP? Perlahan disibukkan urusan kuliah dan lain sebagainya, ketidakmampuan menulis cerita menjadi hal yang wajar bagi saya, dan mulai saya lupakan. Saya tidak lagi berpikir untuk menulis cerita karena toh saya masih bisa menulis puisi dan blog sekarang ini, saya tidak lagi terlalu mengkhawatirkan dan berpikir toh tidak perlu dipaksa, tulisan itu nanti akan keluar dengan sendirinya. Pada pertengahan semester 5 ide itu sempat sekelebat keluar, namun lagi-lagi kesibukkan dan kurangnya niat menulis mengurungkan niat saya untuk mulai menulis lagi.

*                                             *                                             *

Seiring hilangnya kepercayaan saya akan happy ending dan cerita-cerita seperti didalam dongeng, saya menjadi tidak percaya akan cinta sejati. Kalian boleh tertawa, tapi mencintai itu lebih terdengar seperti dongeng bagi saya. Mungkin hal ini juga yang selalu menjadi concern saya setiap kali berhubungan dengan orang, cinta itu tidak ada. Bagi saya hubungan itu hanya berjalan atas dasar komitmen dan kerjasama, sedangkan cinta itu hanya serupa bumbu pemanis diawal yang dirasakan tak lebih dari 1 atau 2 tahun.
Saya sangat ingin mempercayai kalau apa yang saya tanamkan sekarang ini salah, namun sayangnya kenyataan justru semakin menunjukkan kepada saya kebalikkannya. Pada akhirnya saya semakin skeptis memandang sebuah hubungan.

*                                             *                                             *

Pada liburan lebaran kali ini, saat saya tidak pulang ke kampung halaman, dan teman-teman sibuk dengan keluarga mereka masing-masing pada akhirnya tidak ada yang bisa menemani saya selain pikiran-pikiran saya sendiri. Sampai kemarin saya menemukan buku The Architecture of Love karangan Ika Natassa, saya merasa terusik dengan sinopsis pada halaman belakang buku yang mengisahkan Raia, penulis yang sudah beberapa tahun terakhir mengalami writer’s Block, dimana dia tidak sedikitpun mendapatkan ide untuk menulis.
Saya baru membaca sebagian dari buku ini ketika sedang mencari waktu sendirian, kisah dalam buku ini entah mengapa terasa begitu dekat, lucunya lagi saat itu kafe tempat saya berdiam diri menyetel lagu Two is better than one, lagu favorit saya jaman SMA. Kemudian teringat malam harinya saya baru saja membaca artikel yang dibagikan teman saya di Facebook, dalam artikel tersebut si penulis menceritakan, ia berkali-kali berusaha mempercayai cinta seperti yang ada dalam dongeng dan film-film, seiring penulis beranjak dewasa ia semakin realistis dan memandang cinta sebagai sesuatu yang tidak dapat diraih, sesuatu yang pada awalnya membawa tawa namun selalu pergi meninggalkan tangis dan luka. Sampai pada satu titik sang penulis sadar, cinta bukan sesuatu yang harus dia kejar, cinta bukan juga sesuatu yang ingin kita dapatkan. Cinta adalah diri kita sendiri. Cinta adalah seperti apa kita ingin bersikap dan bertingkahlaku, cinta tidak didapatkan, cinta itu adalah sesuatu yang kita berikan, kita rasakan.

*                                             *                                             *

                Selama ini saya memiliki kacamata yang sama dalam memandang cinta ataupun menulis, sesuatu yang harus diraih, ide yang harus kita cari, namun merupakan sesuatu yang sulit didapatkan dan hampir merupakan mustahil menemukannya. Namun pada akhirnya saya harus menyadari, cinta maupun menulis bukan merupakan sesuatu yang kita tunggu-tunggu, namun merupakan sesuatu yang kita mulai. Kita tidak akan benar-benar menemukan cinta sejati apabila kita hanya menunggu sang pangeran, kitalah yang bertugas membagikan cinta itu kepada orang-orang disekitar kita entah dikenal ataupun tidak, kitalah cinta itu, dan biarkan orang lain merasakan cinta sejati melalui kita. Tentu saja suatu hari kita akan merasakan hal yang sama dari orang lain atau orang-orang yang menerima kasih kita. Begitupula dengan menulis, daripada berdiam diri menunggu ide datang kepada kita, kitalah yang harus menjadi ide itu, kitalah yang harus mengutarakan apa yang ada dalam pikiran kita dan membentuk suatu tulisan dari ide-ide itu, kita yang harus mengeksplor diri kita lebih dalam lagi dan mencari apa yang ada pada pikiran kita sehari-hari untuk kita tulis. Pada intinya berbuatlah sesuatu! Tulislah sesuatu! Entah itu tidak sempurna dan mungkin akan menuai banyak kritik, tapi berbuat jauh lebih baik daripada hanya menunggu!
 ~n0e~

You Might Also Like

0 comments